Keparakan berjuang dalam Akreditasi Kelurahan Budaya
Budaya merupakan harta karun kota Jogja, karena Jogja punya potensi budaya baik tangible maupun intangible yg bisa dioptimalkan. Sesuai amanat Peraturan Gubernur nomor 36 tahun 2014 bahwa Desa/Kelurahan Budaya diinisiasi untuk mengaktualisasikan, mengembangkan, & mengkonservasi kekayaan potensi budayanya yg tampak pada adat dan tradisi, kesenian,permainan tradisional, bahasa, sastra, aksara, kerajinan, kuliner, pengobatan tradisional, penataan ruang, dan warisan budaya.
Kelurahan Keparakan diinisiasi sejak tahun 2019 menjadi rintisan kelurahan budaya melalui SK Walikota Yogyakarta nomor 164 tahun 2019, sebagai upaya menampung segala aspirasi masyarakat dalam pengembangannya, pembinaan dan pelestarian seni budaya di tingkat kelurahan, sehingga dapat memperkuat keberadaan kebudayaan setempat & untuk meningkatkan apresiasi masyarakat tentang budaya.
Minggu, 26 Juni 2021 bertempat di Pendopo Bima Jaya Kelurahan Keparakan, telah dilakukan akreditasi Kelurahan Keparakan dari Rintisan Kelurahan Budaya menuju Kelurahan Budaya. Berbagai persiapan dari administrasi hingga kondisi lapangan sudah dilakukan oleh tim Kelurahan, pamong budaya maupun masyarakat setempat sebagai wujud komitmen upaya pelestarian (perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan) kekayaan & keberagaman budaya di wilayah Keparakan. Diharapkan adanya akreditasi tersebut, semakin mengukuhkan jati diri ke-Yogyakarta-an Keparakan yg merupakan bagian integral dari kebhinekatunggalikaan budaya nasional yg juga bagian dari keberagaman budaya internasional.
“Banyak komponen yg menjadi parameter kelurahan budaya. Setiap detail harus dijelaskan kepada tim akreditasi kelurahan budaya DIY.” ujar Rina Budi Prastiwi, Lurah Keparakan.
Sigit Istiarto, tokoh budaya di kelurahan Keparakan pun menjelaskan dalam evaluasi internal, “PR kita akan semakin banyak, kita harus memastikan masyarakat di sini ngerti, paham dan nglakoni minimal adat tradisi seperti siklus hidup, dari mitoni, selapanan, tedhak siten, dan seterusnya. Makanya tadi juga ditanyakan apakah budaya dan agama dapat berjalan beriringan di kelurahan ini.”
Rini Rahmawati, S.IP, M.IP Mantri Pamong Praja (Camat) Mergangsan juga menyampaikan apresiasinya,“Saya percaya, citra Keparakan sebagai kelurahan budaya ini auranya sudah terasa, dari ragam seni, permainan tradisional, kuliner, tata ruang, cagar budaya, warisan budaya yang ada. Kita hanya perlu memperkuat komitmen untuk melestarikan yg sudah ada ini. Tentang bahasa, sastra dan aksara, hal tersebut sebenarnya sangat lekat dalam keseharian kita sebagai orang Jawa, namun kurangnya latihan, kita sering salah kaprah dalam penerapannya. Demikian juga tentang rancang bangun pemukiman di wilayah, mungkin mulai sekarang perlu diberikan arahan kepada semua masyarakat maupun investor yang akan melaksanakan proyek di Keparakan, supaya tata bangunannya mencerminkan nuansa budaya Jogja. Bukan berarti harus ada Joglo Limasan, namun setidaknya arsitekturnya ada ornamen yang menampakkan Ke-Jogja-annya.”
Kelurahan budaya ini seiring berkembangnya mempunyai predikat bertaraf, yaitu:
- taraf tumbuh, (dianggap mampu mengekplorasi & mengelola potensi budaya secara optimal melalui kerja yang terorganisasi, tersistem dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan di lingkungan Kelurahan)
- taraf berkembang, (telah menampakkan eksistensinya, mampu mengekplorasi & mengelola potensi budaya secara optimal melalui kerja yang terorganisasi, tersistem dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan di lingkungan Kelurahan)
- taraf maju, (telah hadir dengan eksistensi yang kuat, mampu mengekplorasi & mengelola potensi budaya secara optimal melalui kerja yang terorganisasi, tersistem dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan di lingkungan Kelurahan)
Menjaga eksistensi budaya agar tetap lestari memang tidak dapat dikerjakan sendiri oleh pemerintah. Maka akreditasi ini merupakan sebuah strategi tepat untuk menyadarkan masyarakat bahwa dibutuhkan sinergi kuat untuk memasyarakatkan sadar budaya.