TIM KUBUR CEPAT; TEPIS TAKUT DEMI KEMANUSIAAN

“Jogja level 4” seolah terus berdenging di setiap pembahasan orang-orang yang penuh simpati ataupun kontradiksi terkait pelaksanaan PPKM Darurat kemarin. Berbagai berita duka baik dari layar ponsel maupun toa masjid setiap hari nyaris tiada henti mengiringi suara ambulance dan juga sirine mobil petugas hampir di seluruh jalanan kota. Lonjakan kasus Covid-19, tingginya nakes yang terpapar, bahkan meningkatnya angka kematian, berakibat antrean panjang jenasah tertangani di kota Yogyakarta.

Ditengah berbagai kekhawatiran banyak orang, Kota berslogan Yogyakarta Berhati Nyaman ini mampu membuktikan dirinya lewat manusia-manusia berjiwa besar, yang menepis rasa takutnya demi kemanusiaan. Satu per satu berbagai program relawan muncul di kota Yogyakarta menyertai pandemic covid-19 sejak tahun lalu. 

Proses penguburan jenazah Covid-19 memang menjadi salah satu bagian penting dalam penanganan virus ini. Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Kota Yogyakarta yang juga merupakan garda terdepan dalam penanganan jenazah Covid-19, selain Tenaga Kesehatan (Nakes) akhirnya tak mampu lagi mengampu pemakaman dengan protokol covid. Hingga muncul para relawan berhati mulia yang dengan semangat membantu pemulasaraan dan pemakaman jenazah pasien Covid-19. Tim Kubur Cepat (TKC) adalah relawan pemulasaraan jenazah yang berada di setiap Kemantren, dibawah koordinasi BPBD Kota Yogyakarta dengan anggota warga masyarakat setempat.

Berbekal kemauan dan rasa kemanusiaan, mereka belajar memahami prosedur pemakaman jenazah pasien Covid-19. Demi melawan rasa takut, mereka membekali diri dengan ilmu protokoler pemakaman jenazah kasus Covid-19.

“Takut, jelas iya apalagi saya dan teman-teman belum paham betul prosedur pemakaman jenazah pasien Covid-19, tapi kalo mau mengandalkan petugas terus, apalagi kondisinya sedang seperti ini, harus tunggu menunggu, kasihan masyarakat, kasihan keluarga duka, jadi mau tidak mau kami yang melakukan penanganan.” ujar Sugeng salah satu relawan TKC Mergangsan yang malam itu mengikuti apel persiapan di Kemantren sebelum menguburkan salah satu jenazah covid-19. Sejak virus mewabah, masyarakat hampir tidak berani menyentuh jenazah bahkan sekalipun jenazah itu bukan pasien covid-19. “Protokol penguburan jenazah Covid-19 begitu ketat, kami tidak boleh berada di satu ruang atau kendaraan dengan peti jenazah. Jadi dari satu tim, hanya dua orang yang berada di ambulance jenazah, yang lain dengan kendaraan lain. Semua badan harus tertutup rapat dari kemungkinan percikan cairan tubuh jenazah ataupun sentuhan kulitnya.” jelasnya.

Tak ada hari libur bagi para relawan. Mereka siap meluncur kapan pun dibutuhkan masyarakat. Dibalik rasa khawatir terpapar Covid-19, mereka pun dibanggakan banyak pihak. Penggunaan APD yang tak urung menyebabkan dehidrasi, pernafasan yang terhambat oleh masker yang begitu rapat, zona dekontaminasi yang harus mereka lalui sebelum beraktivitas normal kembali dan berjaga untuk tugas selanjutnya. Rasa lelah, sedih, terbawa perasaan, terbawa emosi juga sering melingkupi diri para relawan. Bahkan mereka harus menahan rindu untuk tidak bertemu keluarganya demi menjaga keselamatan keluarganya. Yang mereka yakini hanyalah kebaikan yang akan berbalas kebaikan. Yang mereka butuhkan adalah dukungan moral masyarakat sekitar, dengan tidak menimbulkan stigma yang menjatuhkan mentalitas mereka.

Apa yang bisa kita lakukan untuk membantu mereka selain mendoakan keselamatannya? Mereka tak mengharapkan gaji. Mereka sangat paham perekonomian masyarakat sedang sakit, donatur  APD dan fasilitasi pelatihan saja sudah membuatnya berterimakasih dan berbuat penuh kasih. Tentu saja dengan tetap menjaga diri, melakukan protokol kesehatan kita bisa membantu mengurangi tingginya proyeksi beban kerja mereka. (Emdee)